Soetiati,
Pensiunan yang Selalu Ingin Migunani
Bagi kebanyakan kita, menjadi pensiunan mungkin dianggap sebagai saat untuk istirahat atau berhenti dari aktivitas. Lepas dari kesibukan, masuk dunia yang sepi dan menjemukan. Bagi yang tidak siap mungkin akan terkejut. Yang biasanya aktif mungkin bisa jadi stres karena kurang kegiatan. Yang biasa menjadi pejabat bisa terjangkiti post power syndrom (gejala perasaan takut kehilangan kekuasaan). Tidak heran jika ada sebuah guyonan yang menyatakan masa pensiun sebagai masa “mati” sebelum mati yang sesungguhnya.
Pandangan itu sepertinya tidak berlaku bagi Soetiati. Wanita 62 tahun ini justru semakin energik dan sibuk setelah masuk masa pensiun. Purna tugas di PJKA DAOP Semarang, ia memilih untuk menekuni usaha jasa jahit, meneruskan hobi dan ketrampilan yang dimilikinya sejak masih muda.
Dari rumahnya di Griya Purwo Asri R-101 Kalasan, sekaligus tempat usahanya sajak 2 tahun yang lalu, ia menekuni usaha jahit pakaian, khususnya pesanan perorangan dan kumpulan. Hingga hari ini, jasa jahitnya telah dikenal luas di masyarakat Purwomartani dan sekitarnya. Para pelanggannya mengenal jahitan Soetiati dari kehalusan garapannya. Dalam hal harga dan pembayaran, Soetiati juga dikenal cukup luwes dan fleksibel. Ini menjadikan orang yang punya hajatan, butuh seragam untuk keluarga dan among tamu, memilih pesan jahitan ke Soetiati.
Omong-omong tentang pesanan jahitan, ada beberapa kisah sedih Soetiati terkait dengan pesanan yang tidak diambil oleh pemesannya. Padahal untuk membuat baju-baju itu Soetiati harus merogoh kocek modalnya. "Kalau tidak diambil, uang saya kan tidak kembali," katanya.
Tapi ada juga saat-saat membahagiakan. Misalnya ketika jahitan sedang ramai. Ini biasanya terjadi pada bulan Syawal, Dzulhijah/Haji, Rabiulawal/Maulud dan saat tahun ajaran baru.
Minat Soetiati menekuni usaha jasa jahit pakaian agaknya tidak terlepas dari latar belakang pendidikannya. Pendidikan formal terakhirnya ditempuh di SKP (Sekolah Kepandaian Putri, kini menjadi SMK Busana ). Ketrampilan yang didapatnya dari pendidikan formal ini dikembangkan dalam praktek, sehingga semakin ahli dari pengalaman.
Saat masih aktif sebagai PNS ia juga senang menularkan keahliannya. Beberapa kali Soetiati dilibatkan sebagai instruktur kursus menjahit yang diadakan oleh Depnaker dan Depdikbud saat itu.
Menjadi Mitra BMT yang Konstruktif
Setahun terakhir ini Soetiati bermitra dengan Cabang Kalasan untuk menabung dan pembiayaan usahanya. Jarak kantor BMT dengan tempat tinggalnya hanya berkisar 1 kilometer ke arah selatan.
Diakuinya BMT cukup memberikan kemudahan dalam prosedur pembiayaan. "Tidak serumit di bank atau BPR umumnya," katanya. Sifat layanan BMT yang sederhana, mudah dan familier menjadi pertimbangan utama dalam memilih lembaga keuangan syariah.
Soetiati termasuk mitra yang sangat peduli terhadap kualitas layanan BMT. Ia rajin mengamati bagaimana BMT ini melayani anggota seperti dirinya. Satu hal yang menurutnya perlu diperbaiki oleh BMT adalah tentang nilai margin/bagi hasil dalam pembiayaan. Dibandingkan dengan berbagai pihak yang menawarkan dana, bagi hasil yang dipungut BMT masih terbilang tinggi. "Kalau bagi hasilnya masih setinggi ini, yang akan banyak memanfaatkan jasa BMT hanya orang-orang yang kepepet saja," tuturnya seraya memberikan contoh cara penghitungan bagi hasil pada pembiayaan dirinya.
Namun, di balik itu semua, wanita yang bermoto hidup "migunani tumraping liyan" ini berharap dan optimis BMT akan semakin maju dan kokoh. Terutama jika selalu konsisten dengan misi pemberdayaan terhadap golongan ekonomi lemah.
Selamat Datang dan Tengkyu!
Terima kasih telah mengunjungi blog saya. Senang bisa berinteraksi dengan Anda.
Mungkin dengan media ini lebih mudah bagi saya dan Anda berinteraksi lintas ruang dan waktu.
Siapa pun Anda, mari berbagi gagasan dan inspirasi!
b+
Nurhidayanto
Mungkin dengan media ini lebih mudah bagi saya dan Anda berinteraksi lintas ruang dan waktu.
Siapa pun Anda, mari berbagi gagasan dan inspirasi!
b+
Nurhidayanto
Jumat, 16 November 2007
Inspirasi Bisnis
Imam Munasir,
Sarjana yang Juragan Donat
Musim hujan telah hadir di tengah-tengah kita. Tak kenal waktu pagi, siang, sore, bahkan malam hujan turun membawa hawa dingin dan suasana yang serba lembab dan basah. Jika sudah begini, terbayangkah Anda betapa nikmatnya makan donat ditemani secangkir teh hangat? Terlebih jika donat itu adalah produksi Imam Munasir (35 tahun) dengan label Da’im Donat. Hmm... pasti lebih dari sekedar ”maknyusss..!”
Sejarah donat produksi Imam Munasir ini bermula pada tahun 1996, dari sebuah kamar kos mahasiswa di Yogya. Seusai pendadaran, sambil menunggu jadwal wisuda yang akan datang dua bulan lagi, Imam Munasir mengisi ”kekosongan” waktu itu dengan coba-coba membuat donat. Keahlian ini didapatnya dari meniru sang ibu di Solo, yang membuat dan menjual kue-kue sejak Imam masih kecil. Bermodal uang pinjaman 30 ribu dari teman kosnya, Imam membuat dan menjual sendiri donat produksi pertamanya. Dari memasarkan donat itu ke teman-teman di lingkungan kosnya, modal 30 ribu balik utuh dalam seminggu.
”Saat itu saya memulai dengan bermodal optimis, bahwa usaha ini suatu saat akan besar jika saya seriusi,” tutur Imam mengenang saat-saat awal ia membangun bisnisnya sendiri. Namun usaha ini sempat berhenti ketika Imam bekerja di sebuah perusahaan di Palembang – demi melegakan hati orang tua dan ”memenuhi syarat agar boleh menikah,” kata Imam.
Bisnis donat Imam baru benar-benar serius digarap kembali mulai 1997. Datang kembali ke Yogya – kali ini bersama istrinya. Seteah mencoba beberapa bentuk bisnis, Imam berkesimpulan bisnis donat lebih cocok bagi dia dan istrinya. Maka mulai ditekunilah usaha donatnya dengan berbendera Da’im Donuts (nama yang diambil dari singkatan ”Uda Imam”, panggilan sayang sang istri kepadanya).
Saat ini operasional bisnis Da’im Donuts berpusat di sebuah rumah di daerah Lojajar, Ngaglik. Rumah ini pulalah yang dijadikan tempat produksi. ”Lokasi ini adalah kepindahan yang terakhir, sejak 2002. Sebelumnya saya sempat berpindah hingga 4 kali,” jelas Imam.
Sesuai permintaan pemesan yang semakin dinamis, Da’im Donuts juga membuat berbagai jenis roti manis. Donat tetap diproduksi, dan menjadi core business Da'im Donuts, karena mudah disosialisasikan dan relatif sudah dikenal oleh pasar. Da'im Donuts tetap mengembangkan berbagai variasi toping donat.
Dua belas staf produksi, semuanya perempuan, khusus membuat aneka donat dan roti Da'im Donuts. Seluruh staf produksi ini direkrut dan dilatih langsung oleh Imam. ”Untuk menjaga kualitas produk dan menjamin komitmen orang-orang yang terpilih,” jelasnya. Dua alasan utama ini terbukti hingga sekarang. Belum pernah ada karyawan produksi yang mundur atau dikeluarkan secara paksa. Memang ada satu-dua yang mengundurkan diri secara baik-baik, karena menikah dan pindah tempat tinggal ikut suami.
Di lini pemasaran, Imam bekerja dengan 4 karyawan pokok dan 3 freelance. Mereka bertugas mengirim pesanan, menjalin hubungan dengan pelanggan, mencari pemesan baru dan mengontrol cakupan pemasaran Da'im Donuts. Seluruh tim inilah yang menggerakkan omset penjualan Da'im Donuts hingga 70 juta per-bulan.
Konsumen Da'im Donuts kebanyakan adalah pelanggan perorangan. Mereka berlangganan sebagai konsumsi institusinya, misalnya sekolah dasar dan TK. Jenis pelanggan inilah yang menjadi prioritas pemasaran sekarang. ”Karena pesanan ajeg dan mudah diprediksi,” kata Imam. Pelanggan lainnya adalah katering dan toko-toko yang menjual kue segar.
Bermitra dengan BMT Al-Ikhlas
Imam masih ingat saat di tahun 1998 ia memanfaatkan pembiayaan di BMT Al-Ikhlas. ”Saat itu saya perlu tambahan modal 125 ribu. Saya ajukan sebesar itu dan disetujui cair sebesar itu pula,” kenangnya sambil menceritakan betapa uang (yang mungkin sekarang nilainya relatif kecil) itu sangat berarti bagi pengusaha kecil.
”Saya bersyukur bisa bermitra dengan BMT yang mau berkomitmen bagi hasil murni. Jika keuntungan saya sedang banyak, bagi hasilnya meningkat. Jika keuntungan sedang turun, BMT menerima kecil juga,” papar ayah 5 anak dari perkawinannya dengan gadis Minang ini. Kata Imam, banyak lembaga keuangan yang mengaku syariah tapi belum siap diajak berbagi hasil murnim.
Imam Munasir berharap pelayanan BMT Al-Ikhlas semakin meluas dan merata. Banyak warga masyarakat yang menginginkan akses ke lembaga keuangan yang bebas riba, namun terkendala berbagai hal. ”BMT harusnya yang proaktif menjangkau mereka,” tutur Imam menambahkan.
Sarjana yang Juragan Donat
Musim hujan telah hadir di tengah-tengah kita. Tak kenal waktu pagi, siang, sore, bahkan malam hujan turun membawa hawa dingin dan suasana yang serba lembab dan basah. Jika sudah begini, terbayangkah Anda betapa nikmatnya makan donat ditemani secangkir teh hangat? Terlebih jika donat itu adalah produksi Imam Munasir (35 tahun) dengan label Da’im Donat. Hmm... pasti lebih dari sekedar ”maknyusss..!”
Sejarah donat produksi Imam Munasir ini bermula pada tahun 1996, dari sebuah kamar kos mahasiswa di Yogya. Seusai pendadaran, sambil menunggu jadwal wisuda yang akan datang dua bulan lagi, Imam Munasir mengisi ”kekosongan” waktu itu dengan coba-coba membuat donat. Keahlian ini didapatnya dari meniru sang ibu di Solo, yang membuat dan menjual kue-kue sejak Imam masih kecil. Bermodal uang pinjaman 30 ribu dari teman kosnya, Imam membuat dan menjual sendiri donat produksi pertamanya. Dari memasarkan donat itu ke teman-teman di lingkungan kosnya, modal 30 ribu balik utuh dalam seminggu.
”Saat itu saya memulai dengan bermodal optimis, bahwa usaha ini suatu saat akan besar jika saya seriusi,” tutur Imam mengenang saat-saat awal ia membangun bisnisnya sendiri. Namun usaha ini sempat berhenti ketika Imam bekerja di sebuah perusahaan di Palembang – demi melegakan hati orang tua dan ”memenuhi syarat agar boleh menikah,” kata Imam.
Bisnis donat Imam baru benar-benar serius digarap kembali mulai 1997. Datang kembali ke Yogya – kali ini bersama istrinya. Seteah mencoba beberapa bentuk bisnis, Imam berkesimpulan bisnis donat lebih cocok bagi dia dan istrinya. Maka mulai ditekunilah usaha donatnya dengan berbendera Da’im Donuts (nama yang diambil dari singkatan ”Uda Imam”, panggilan sayang sang istri kepadanya).
Saat ini operasional bisnis Da’im Donuts berpusat di sebuah rumah di daerah Lojajar, Ngaglik. Rumah ini pulalah yang dijadikan tempat produksi. ”Lokasi ini adalah kepindahan yang terakhir, sejak 2002. Sebelumnya saya sempat berpindah hingga 4 kali,” jelas Imam.
Sesuai permintaan pemesan yang semakin dinamis, Da’im Donuts juga membuat berbagai jenis roti manis. Donat tetap diproduksi, dan menjadi core business Da'im Donuts, karena mudah disosialisasikan dan relatif sudah dikenal oleh pasar. Da'im Donuts tetap mengembangkan berbagai variasi toping donat.
Dua belas staf produksi, semuanya perempuan, khusus membuat aneka donat dan roti Da'im Donuts. Seluruh staf produksi ini direkrut dan dilatih langsung oleh Imam. ”Untuk menjaga kualitas produk dan menjamin komitmen orang-orang yang terpilih,” jelasnya. Dua alasan utama ini terbukti hingga sekarang. Belum pernah ada karyawan produksi yang mundur atau dikeluarkan secara paksa. Memang ada satu-dua yang mengundurkan diri secara baik-baik, karena menikah dan pindah tempat tinggal ikut suami.
Di lini pemasaran, Imam bekerja dengan 4 karyawan pokok dan 3 freelance. Mereka bertugas mengirim pesanan, menjalin hubungan dengan pelanggan, mencari pemesan baru dan mengontrol cakupan pemasaran Da'im Donuts. Seluruh tim inilah yang menggerakkan omset penjualan Da'im Donuts hingga 70 juta per-bulan.
Konsumen Da'im Donuts kebanyakan adalah pelanggan perorangan. Mereka berlangganan sebagai konsumsi institusinya, misalnya sekolah dasar dan TK. Jenis pelanggan inilah yang menjadi prioritas pemasaran sekarang. ”Karena pesanan ajeg dan mudah diprediksi,” kata Imam. Pelanggan lainnya adalah katering dan toko-toko yang menjual kue segar.
Bermitra dengan BMT Al-Ikhlas
Imam masih ingat saat di tahun 1998 ia memanfaatkan pembiayaan di BMT Al-Ikhlas. ”Saat itu saya perlu tambahan modal 125 ribu. Saya ajukan sebesar itu dan disetujui cair sebesar itu pula,” kenangnya sambil menceritakan betapa uang (yang mungkin sekarang nilainya relatif kecil) itu sangat berarti bagi pengusaha kecil.
”Saya bersyukur bisa bermitra dengan BMT yang mau berkomitmen bagi hasil murni. Jika keuntungan saya sedang banyak, bagi hasilnya meningkat. Jika keuntungan sedang turun, BMT menerima kecil juga,” papar ayah 5 anak dari perkawinannya dengan gadis Minang ini. Kata Imam, banyak lembaga keuangan yang mengaku syariah tapi belum siap diajak berbagi hasil murnim.
Imam Munasir berharap pelayanan BMT Al-Ikhlas semakin meluas dan merata. Banyak warga masyarakat yang menginginkan akses ke lembaga keuangan yang bebas riba, namun terkendala berbagai hal. ”BMT harusnya yang proaktif menjangkau mereka,” tutur Imam menambahkan.
Selasa, 13 November 2007
This Day to Start!
Alhamdulillah, akhirnya sempat juga membuat media curah gagasan. Hari ini semoga saat yang tepat untuk memulai hal-hal baru yang berguna.
Salam kenal, ya.
Salam kenal, ya.
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengenai Saya
- Caknur Nurhidayanto
- Bantul, DI. Yogyakarta, Indonesia
- Saya percaya setiap orang hidup untuk sebuah misi, amanat dan titipan Tuhan. Saya memiliki impian terbaik untuk orang-orang yang saya cintai, dan ingin meraih impian saya dengan membantu sesama menggapai impiannya. Mari berbagi.